Mengarungi
kehidupan pasti seseorang akan mengalami pasang surut. Kadang
seseorang mendapatkan nikmat dan kadang pula mendapatkan musibah atau
cobaan. Semuanya datang silih berganti. Kewajiban kita adalah bersabar
ketika mendapati musibah dan bersyukur ketika mendapatkan nikmat Allah.
Berikut adalah beberapa kiat yang bisa memudahkan seseorang dalam
menghadapi setiap ujian dan cobaan.
Pertama: Mengimani takdir ilahi
Setiap
menghadapi cobaan hendaklah seseorang tahu bahwa setiap yang Allah
takdirkan sejak 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi
pastilah terjadi. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“
Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”
[1]
Beriman
kepada takdir, inilah landasan kebaikan dan akan membuat seseorang
semakin ridho dengan setiap cobaan. Ibnul Qayyim mengatakan, “Landasan
setiap kebaikan adalah jika engkau tahu bahwa setiap yang Allah
kehendaki pasti terjadi dan setiap yang tidak Allah kehendaki tidak
akan terjadi.”
[2]
Kedua: Yakinlah, ada hikmah di balik cobaan
Hendaklah
setiap mukmin mengimani bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti ada
hikmah di balik itu semua, baik hikmah tersebut kita ketahui atau tidak
kita ketahui.
[3] Allah
Ta’ala berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ
أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
(115) فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ
الْعَرْشِ الْكَرِيمِ (116)
“
Maka apakah kamu
mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main
(saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha
Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan
(Yang mempunyai) 'Arsy yang mulia.” (QS. Al Mu’minun: 115-116)
Allah
Ta’ala juga berfirman,
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ (38) مَا خَلَقْنَاهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ
“
Dan
Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan
dengan haq.” (QS. Ad Dukhan: 38-39)
Ketiga: Ingatlah bahwa musibah yang kita hadapi belum seberapa
Ingatlah bahwa Nabi kita
shallallahu ‘alaihi wa sallam
sering mendapatkan cobaan sampai dicaci, dicemooh dan disiksa oleh
orang-orang musyrik dengan berbagai cara. Kalau kita mengingat musibah
yang menimpa beliau, maka tentu kita akan merasa ringan menghadapi
musibah kita sendiri karena musibah kita dibanding beliau tidaklah
seberapa. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لِيَعْزِ المسْلِمِيْنَ فِي مَصَائِبِهِمْ المصِيْبَةُ بي
“
Musibah yang menimpaku sungguh akan menghibur kaum muslimin.”
[4]
Dalam lafazh yang lain disebutkan,
مَنْ عَظَمَتْ مُصِيْبَتُهُ فَلْيَذْكُرْ مُصِيْبَتِي، فَإِنَّهَا سَتَهَوَّنُ عَلَيْهِ مُصِيْبَتُهُ
“
Siapa saja yang terasa berat ketika menghapi musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku. Ia tentu akan merasa ringan menghadapi musibah tersebut.”
[5]
Keempat: Ketahuilah bahwa semakin kuat iman, memang akan semakin diuji
Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً
“
Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
«
الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ
عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ
وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا
يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى
الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »
“
Para Nabi,
kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji
sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh),
maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan
diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan
mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan
bersih dari dosa.”
[6]
Kelima: Yakinlah, di balik kesulitan ada kemudahan
Dalam surat Alam Nasyroh, Allah
Ta’ala berfirman,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5)
Ayat ini pun diulang setelah itu,
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 6). Qotadah mengatakan, “Diceritakan pada kami bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi kabar gembira pada para sahabatnya dengan ayat di atas, lalu beliau mengatakan,
لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ
“
Satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.”
[7]
Keenam: Hadapilah cobaan dengan bersabar
'Ali bin Abi Tholib
radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
الصَّبْرُ مِنَ الإِيْمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الجَسَدِ، وَلَا إِيْمَانَ لِمَنْ لاَ صَبْرَ لَهُ.
“
Sabar
dan iman adalah bagaikan kepala pada jasad manusia. Oleh karenanya,
tidak beriman (dengan iman yang sempurna), jika seseorang tidak
memiliki kesabaran.”
[8]
Yang
dimaksud dengan bersabar adalah menahan hati dan lisan dari berkeluh
kesah serta menahan anggota badan dari perilaku emosional seperti
menampar pipi dan merobek baju.
[9]
Ketujuh: Bersabarlah di awal musibah
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى
“
Yang namanya sabar seharusnya dimulai ketika awal ditimpa musibah.”
[10] Itulah sabar yang sebenarnya. Sabar yang sebenarnya bukanlah ketika telah mengeluh lebih dulu di awal musibah.
Kedelapan: Yakinlah bahwa pahala sabar begitu besar
Ingatlah janji Allah,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
(QS. Az Zumar: 10). Al Auza’i mengatakan, “Pahala bagi orang yang
bersabar tidak bisa ditakar dan ditimbang. Mereka benar-benar akan
mendapatkan ketinggian derajat.” As Sudi mengatakan, “Balasan orang
yang bersabar adalah surga.”
[11]
Kesembilan: Ucapkanlah “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'un ...”
Ummu Salamah -salah satu istri Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أُمَّ
سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- تَقُولُ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ عَبْدٍ
تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا
مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا
مِنْهَا ». قَالَتْ فَلَمَّا تُوُفِّىَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا
أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِى
خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“
Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'un. Allahumma'jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala
sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah,
berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti
dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam
musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do'a sebagaimana yang Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam.”[12]
Do'a
yang disebutkan dalam hadits ini semestinya diucapkan oleh seorang
muslim ketika ia ditimpa musibah dan sudah seharusnya ia pahami. Insya
Allah, dengan ini ia akan mendapatkan ganti yang lebih baik.
Kesepuluh: Introspeksi diri
Musibah
dan cobaan boleh jadi disebabkan dosa-dosa yang pernah kita perbuat
baik itu kesyirikan, bid’ah, dosa besar dan maksiat lainnya. Allah
Ta’ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS. Asy Syura: 30). Maksudnya adalah karena sebab dosa-dosa yang dulu pernah diperbuat.
[13]
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Akan disegerakan siksaan bagi orang-orang
beriman di dunia disebabkan dosa-dosa yang mereka perbuat, dan dengan
itu mereka tidak disiksa (atau diperingan siksanya) di akhirat.”
[14]
Semoga kiat-kiat ini semakin meneguhkan kita dalam menghadapi setiap cobaan dan ujian dari Allah.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel
http://rumaysho.com
Diselesaikan di Pangukan-Sleman, 25 Shofar 1431 H
[1] HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash.
[2] Al Fawaid, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 94, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, tahun 1425 H.
[3] Lihat
Syarh ‘Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, hal. 151-153, Maktabah Ash Shofaa, cetakan pertama, tahun 1426 H.
[4] Shahih Al Jami', 5459, dari Al Qosim bin Muhammad. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih.
[5] Disebutkan dalam
Bahjatul Majalis wa Ansul Majalis, Ibnu 'Abdil Barr, hal. 249, Mawqi' Al Waroq.
[6]
HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad
(1/185). Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402
mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[7] Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari dalam kitab tafsirnya. Lihat
Tafsir Ath Thobari, 24/496, Dar Hijr.
[8] Bahjatul Majalis wa Ansul Majalis, Ibnu 'Abdil Barr, hal. 250, Mawqi' Al Waroq.
[9]
Lihat ‘Uddatush Shobirin wa Zakhirotusy Syakirin, Ibnu Qayyim Al
Jauziyah, hal. 10, Dar At Turots, cetakan pertama, tahun 1410 H.
[10] HR. Bukhari no. 1283, dari Anas bin Malik.
[11] Lihat
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 12/117, Muassasah Qurthubah.
[12] HR. Muslim no. 918.
[13] Lihat
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 12/280, Muassasah Quthubah.
[14] Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari dalam kitab tafsirnya. Lihat
Tafsir Ath Thobari, 20/514.